Otonomi
Daerah Sebagai Harapan Mengurangi
Masalah
Kemiskinan
Oleh
: Maya Tami Aryati
B
100 110 131 / Kelas G
Ketika disinggung masalah kemiskinan di
indonesia, maka erat kaitanya dengan dengan kualitas hidup masyarakat pinggiran
yang minim. Hal ini nampaknya menjadi masalah klasik di negeri yang kaya sumber
daya alam ini. Ironi memang ketika kekayaan sumber daya alam di suatu negara tak dapat menjamin penduduknya
menjadi mapan,atau setidaknya masyarakat mendapatkan angin segar tentang
perbaikan kehidupan dari hasil pengelolaan sumber daya alam tersebut.
Diadakanya sebuah sistem pengelolan
sumber daya yang optimal serta mengurangi kemiskinan di indonesia merupakan tanggung
jawab dari pemerintah. Di Indonesia sejak saat merdeka upaya untuk memperbaiki
kualitas hidup sudah dimulai sehingga salah bila pemerintah selam ini di cap
hanya tinggal diam dengan kondisi bangsa. Adapun perbaikan kualitas hidup yang
ditempuh pemerintah melaui beberapa bidang yang menyangkut hal yang strategis
bagi masyarakat umum diantaranya dengan peningkan sistem pendidikan, sistem
pelayanan kesehatan juga sistem pemerintahan. Hal ini semacam sebagai tindakan
pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan pula.
Secara umum kemiskinan dalam masyarakat
tibul dari dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal
merupakan sebab yang berasal dari masyarakat sendiri, umumnya masyarakat kurang
memiliki kemampuan IPTEK, ketrampilan, etos kerja yang rendah, pengangguran.
Namun faktor internal ini biasa dipicu dari faktor yang berasal dari luar atau
eksternal yaitu dapat dari pihak penyelenggara pemerintahan, dan kebijkann
pembangunan ekonomi yang salah. Dalam
kasus penyelenggara pemerintah misalnya, ketika para politisi tidak mampu
menyelenggarakan politik yang bersih yang jauh dari kasus-kasus KKN (Korupsi
Kolusi dan Nepotisme). Mengapa demikian, karena apabila tidak mampu bersih maka
akan menjadi matarantai kehancuran contoh saja korupsi dana pendidikan maka
akan berpotensi pada pengurangan baik dari segi kualitas pendidikan yang akan
dikembangkan maupun jumlah orang yang mendapatkan bagian guna menempuh sekolah
gratis.
Untuk mencari jalan keluar faktor-faktor
penyebab kemiskinan memang tidaklah mudah. Selalu terdapat keterkaitan antara
satu dengan yang lain, seperti kemiskinan dipicu karena minimnya pendapatan,
minim pendapatan sebab lapangan kerja tidak memadai,untuk memadai maka
diperlukan pembangunan didalam sektor ekonomi dst.
Pemerintah sendiri dari segi pendidikan memberikan
solusi dari keterbatasan IPTEK masyarakat, dengan berfokus kepada program wajib
belajar sembilan tahun yang bermula di era Presiden Soeharto, harapanya dari
sistem pendidikan formal inilah masyarakat dapat memperbaiki pengetahuan
tentang IPTEK, bahkan menambah ketrampilan juga memeperbaiki etos kerja. Sedang
dalam bidang kesehatan dibentuklah PUSKESMAS atau pusat kesehatan masyarakat
yang melingkupi suatu kecamatan serta PUSYANDU (pusat kesehatan terpadu ) yang
berada di melingkupi sebuah desa dan bertempat di desa setempat. Sedangkan
dalam sistem pemerintah adanya sistem otonomi daerah pada tahun 1999. Dari
ketiganya memiliki tujuan agar rakyat lebih mudah menjangkau pos-pos fital guna
menjangkau permasalahan masyarakat agar kualitas hidup lebih baik sehingga
kemiskinan berkurang.
Persoalan mengenai Otonomi Daerah
menarik antusiasme masyarakat Indonesia sehingga tidak kalah populernya dengan
masalah yang muncul di era 1999 an diantaranya kita ingat kasus skandal bulog
dan bruney, pencarian tomi suharto, dan kasus Bank Indonesia. Agenda otonomi
daerah pada masa 1999 an merupakan agenda tingkat nasional yang sangat penting,
sebab agenda tersebut menjadi salah satu harapan jalan keluar dari masalah
bangsa yang semakin kompleks dan tidak jelas arahnya. Dengan ditandai
berlakunya undang-undang No 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, media masa
dan berbagai kelompok masyarakat tiada hari tanpa pembicaraan tentang otonomi
daerah ini.
Otonomi Daerah sendiri merupakan sistem
pemerintahan dengan cara menghidupkan hak, wewenang dan kewajiban kepada wilayah
otonom guna mengatur urusan pemerintahanya sendiri untuk meningkatkan daya guna
dan hasil guna penyelenggaran pemerintah dalam rangka mensejakterakan
masyarakat serta pelaksanaanya sesuai dengan Peraturan perundang –undangan yang
berlaku. Makna pemerintahan sendiri menurut seorang ilmuan politik bernama Karl
W Deutsh, mengumpakan bahwa sistem pemerintahan menyerupai sebuah kegiatan berlayar
di samudra yang luas.
Kepala pemerintahan atau kepala
eksekutif menjadi kapten. Kapten di sini memiliki beberapa tugas daintaranya kepala
eksekutif harus menjadi kapten itu sendiri. Kapten harus mengetahui lingkungan
yang ada disekitar kapalnya dan tahu kekuatan kapalnya. Serta seorang kapten
kapal harus melakukan komunikasi dengan baik dengan pengaturan lalu lintas
pelayaran dengan kapten kapal yang lain harus mampu berkomunikasi dengan
seluruh awak kapal dari mualim atau tingkat tertinggi sampai ke tukang masak
atau buruh / masyarakat miskin. Semakin dekat kapten dengan awak kapalnya maka
ia akan mengetahui lebih sepesifik permasalahan dan kelebihan dari masing-masing
bagian awak kapal.
Begitu pula dengan Otonomi Daerah yang
merupakan sistem yang menghendaki desentralisasi kekuasaan pemerintahan. Ketika
pemerintahan lebih dekat dengan rakyat dan mampu mengubah pandangan bahwa tidak
selamanya sebuah sistem selalu bersifat terpusat, melainkan membangun sistem dengan
masyarakatnya partisipatiflah yang akan mampu menanggulangi kemiskinan secara
efektif dan efisien. Sebab masyarakat maupun pemerintah lokal lebih tahu akan
potensi sumber daya yang dimiliki, kebutuhan apa saja yang perlu dipenuhi
terlebih dahulu di wilayah otonom tersebut dan kebijakan yang sesuai yang perlu
diambil guna menjalankan pemerintahan di daerah otonom tersebut.
Menjadi penting pula ketika dalam
otonomi daerah membagi area-area potensial yang dapat menjadi penggerak
perekonomian daerah, yang dapat terdiri dari dua atau lebih cluster. Setiap area dan cluster diberi
nama sesuai dengan potensinya masing-masing. Pembagian area ini disebut Zona Pengambangan
Ekonomi Daerah (ZPED) pola ini bertujuan untuk membangun setiap daerah otonom
sesuai dengan potensi inti, menciptakan proses pembangunan ekonomi yang
terstruktur , terarah dan berkesinambungan juga memebrikan kesepatan
pemerintahan dibawah wilayah daerah otonom seperti kelurahan dan kecamatan
sebagai sentral ekonomi daerah.
Hal demikian sesuai dengan strategi
pembangunan berwawasan lokal dengan menolak perlakuan yang sama dalam
pembangunan daerah yang dikembangkan oleh beberapa ahli ekonomi regional.
0 komentar:
Posting Komentar