Oleh : Maya Tami Aryati
Kemajuan
teknologi komunikasi dan informatika saat ini menjadi alasan utama dan sangat
berperan dalam mempercepat era globalisasi, dimana jarak dan batas wilayah
menjadi tidak berarti. Dari kaburnya batasan dan jarak tersebut turut berimbas
pula pada pola perdagangan. Dimana perdagangan saat ini tidak sebatas menjual
dan membeli barang-barang tertentu dan dalam wilayah tertentu saja, melainkan
perdagangan yang terdiri dari berbagai pedagang entah perusahaan raksasa ataupun
mikro, yang sifatnya lokal maupun internasional,semuanya memiliki kesempatan yang
sama dalam menjajakan barang daganganya di pasar yang ada.
Indonesia
yang merupakan negara berkembang yang memiliki fokusan terhadap perkembangan
perdagangan pada sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Meskipun Usaha
Mikro Kecil dan Menengah, hal ini tidak dapat dianggap remeh, karena UMKM yang
bergerak pada sektor riil mampu bertahan pada masa krisis tahun 90 an. Hal ini
membuktikan eksistensi UMKM dalam perekonomian dan era globalisasi ini UMKM juga
dituntut untuk menghadapi tantangan-tantangan baru untuk sekali lagi membuktikan
eksistensinya.
Untuk
membahas lebih lanjut tentang tantangan yang harus dihadapi para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah
atau UMKM Indonesia, kita perlu memahami tentang hakekat dari globalisasi dan perdagangan
itu sendiri.
Globalisasi
menurut KBBI merupakan
proses memasuki ruang lingkup dunia, di mana pelakunya dapat dapat berupa individu maupun kelompok
kemudian saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu sama
lain yang melintasi batas negara. Sedangkan Globalisasi Perdagangan merupakan
sebuah proses kegiatan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia
menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa
rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perdagangan mengharuskan
penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa. Atau
disebut Pasar Bebas
Pada
tahun 2014 Indonesia turut serta dalam menyambut dibukanya gerbang persaingan
global, dimana pada tahun tersebut terdapat momentum Asean
Economic Comunity
di Bali. Asean Economic Comunity atau
disingkat AEC telah menyita perhatian
para penggerak ekonomi, baik dari sektor makro dan mikro. Asean Economic Comunity atau dalam bahasa indonesia disebut
Masyarakat Ekonomi Asia yang melontarkan isu perdagangan bebas, sedikit banyak
meresahkan para pebisnis mikro. Umumnya keresahan bersumber pada ketakutan
pebisnis dalam berkompetisi dengan barang-barang yang berasal dari negara luar.
Indonesia
dengan kepadatan penduduk yang tinggi menjadi lahan basah pemasaran untuk
barang-barang impor. Sehingga pedagang asing akan berupaya memasuki pasar
indonesia. Siap tidak siap pada akhirnya para pelaku Usaha Mikro Kecil dan
Menengah atau UMKM dipaksa untuk berkompetitif.
Sarana
prasaran pemasaran UMKM yang serba minim menjadi sebuah kelemahan dalam perdagangan
global, namun ini dapat di siasati dengan tetap mempertahankan segmen pasar
yang ada dengan mengutamakan keunggulan produk. Mengingat jika berbicara
kualitas produk indonesia dalam hal ini produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah
memiliki kualitas yang baik, sehingga konsumen dengan segmen tertentu lebih
memilih barang dalam negeri yang baik.
Tantangan
UMKM selanjutnya dari sisi produksi. Produksi dalam sektor UMKM belum berbasis
pada teknologi sehingga dalam prosesnya membutuhkan waktu lama serta biaya yang
mahal sehingga harga jual minimal sudah lebih mahal di banding barang impor.
Pendampingan dari Sekolah tinggi maupun Universitas dalam pengembangan teknologi terapan untuk
UMKM, dapat sangat membantu UMKM untuk berkembang.
Para
pelaku usaha UMKM juga di hadapkan pada tidak dibarenginya keahlian membuat
produk dengan pemasaran produk UMKM nya, sehingga sangat dibutuhkan sebuah
jaringan pemasaran dengan memanfaatkan berbagai media terutama sosial media
yang bersifat gratis dan masif sehingga dapat menunjang penjualan dari produk
yang dihasilkan.
Menghadapi tantangan diatas menjadi
konsekuensi pemerintah pula ketika pemerintah telah mewacanakan Pro AEC. Sehingga penting bagi pemerintah
untuk memfasilitasi UMKM memenangkan persaingan, setidaknya menjadi tuan rumah
di negeri sendiri. Adapun persiapan yang sedang di usung pemerintah diantaranya
melalui perbankan dapat memperbesar proporsi kredit bagi UMKM dan menurunkan
bunga peminjaman bank untuk UMKM. Disamping itu Pemerintah diluar dari
regulasinya juga dapat melindungi
segmen pasar potensial UMKM dengan adanya pelatihan pemasaran berbasis Internet
bagi pelaku UMKM dan merekrut anggota untuk bekerja sebagai jaringan pemasaran
UMKM Indonesia.
Dari tantangan yang ada UMKM masih memiliki
peluang setidaknya menjadi raja di negeri sendiri. Hal ini akan semakin kuat
ketika masyarakat Indonesia turut serta memprioritaskan memenuhi kebutuhanya
dengan barang-barang made in UMKM
Indonesia. Semakin kuat kondisi UMKM Indonesia maka AEC bukan menjadi dilema bagi pengusaha UMKM Indonesia. Selanjutnya UMKM siap menyongsong
fase II dari AEC, yaitu Master Plan
Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia ( MP3EI ).
1 komentar:
Sudah di turnitin 11 %
Posting Komentar