Segar
diingatan ini tentang masa orientasi mahasiswa, aku hanya menjadi pribadi
kosong yang terduduk kusut dilantai GOR Universitas Muhammadiyah Surakarta. Mahasiswa
Baru ‘ terpaksa ’ mendengar segala macam ‘ promosi ’ unit kegiatan mahasiswa
yang ada dalam fakultas, singkat cerita sampai giliran Forum Studi Ekonomi
Islam atau FoSEI FEB UMS, menyampaikan visi, misi dan grand design organisasinya.
Aku
dan temanku memusatkan perhatian kepada kakak perempuan yang sedari tadi memegang
dan mengkibar-kibarkan bendera FoSEI. Kakak perempuan itu manis dan anggun.
Pada saat Kakak itu menawarkan dua Tiket Free Seminar Nasional yang diadakan
FoSEI. Aku hanya terdiam justru temanku yang tidak ingin melewatkannya. Alasan
diamku bukan tak ingin ikut seminar itu, hanya saja aku ragu, untuk mendapatkan
tiket itu kami harus melewati banyak mahasiswa baru karena kami duduk dibarisan
tengah.
Aku
masih duduk, sampai temanku berkata “Sebuah kesempatan yang sama tak akan
pernah hadir dua kali Maya... Jika kita mau kita harus maju”. Sekali lagi
karena ‘terpaksa’ aku bangkit dari lantai. Belum sempurna dari menegakkan
badan, Kakak itu melambaikan tanganya dan memintaku mempercepat langkah kakiku.
Aku berjalan kedepan dan kupikir temanku mengikutiku dari belakang, tapi ternyata
aku sendirian. Satu tiket seminar ada padaku dari seminar yang diadakan FoSEI
menjadi gerbang awal ketertarikanku mengenal lebih dalam tentang FoSEI.
Sejak awal, Aku telah berkomitmen bergabung
dengan dua lembaga, bersama Fosei atau sering disebut Biru, dan sebuah
organisasi pergerakan islam yang biasa ada di dalam kampus-kampus Matahari Terbit,
sebut saja Merah. Pribadi ini lebih terlihat merah rupanya, bila berada di Biru.
Namun sangat Biru ketika berada di forum rekan-rekan Merah. Memang bukan sebuah
perlakuan kejam yang didapat dari kondisi ini, namun ironi pemikiran yang
sering menjadi tanda tanya besar. Apa salahnya menjadi poros penggerak di dua
lembaga. Atau nalar kritisku yang barang kali keliru, yang seolah-olah
mencampur adukan hasil belajar dari dua tempat ini. Sehingga sering menjadi
pertanyaan mereka, tentang pribadi ini. Pertanyaan itu sangat simple bagi penanya, tapi bagi hati
ini?...
Jika masih mungkin untuk diam tidak menjawab,
aku akan lebih sering diam. Namun ‘pemaksaan’ untuk menjawab sering kudapatkan,
ya.... ikhlas saja, mungkin rekan-rekan kedua lembaga berharap lebih pada
pribadi ini, dan menjadi sebab pertanyaan identitas itu.
“Aku Biru yang Kemerah-merahan” jawabanku
untuk FoSEI.
“Aku Merah yang tak terlepas dari Biru”
ini tanggapan ketika berada di Merah.
Pada
kenyataanya aku lebih tersibukan dengan agenda merah. Sering absenku di
kegiatan FoSEI, membuatku lebih dikenal di Mahasiswa Umum sebagai orang Merah. Bahkan
diskusi Ekonomi Islam dalam kelas yang sengaja ‘kubangun’, agar mahasiswa umum
tahu posisi ekonomi sekarangpun mereka kira itu semua hasil belajar di Merah. EKIS
itu FoSEI .
Kajian
idiologis yang sering didapat dari pergerakan merah, awalnya sering mengkaji
sosok revolusioner barat. Aku sering mangkir dan bila adapun sering dibilang
kontradiktif oleh rekan-rekan, penolakan ini tak berarti aku pribadi yang
antipati dengan barat tapi pribadi ini menginginkan tokoh pembaharu yang tak
meninggalkan dogma-dogma agama. Agama islam khususnya.
Keberadaan
dan sikapku termasuk unik jika mengingat keberadaan aktivis wanita yang dominan
pendiam merupakan suatu realitas dan menjadi fenomena sejak lama ada
ditengah-tengah kehidupan KAMA FEB UMS (Keluarga Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta), dan mungkin di Amin-i pula oleh
kebanyakan organisasi mahasiswa dikampus lain. Keberadaan tersebut telah
menarik perhatian yang berlebih oleh banyak kalangan, yang menginginkan peran
aktivis wanita lebih progress di dalam organisasinya. Banyak diantara organisasi
yang ada membentuk divisi khusus untuk memfasilitasi kegiatan kewanitaan, di Biru
dan Merahpun kutemui begitu.
FoSEI
FEB UMS melalui Srikandi memberikan ruang khusus untuk aktivis wanita berproses
menjadi aktivis yang lebih baik. Srikandi FoSEI disiapkan menjadi pribadi yang ditunggu-tunggu
argumennya ketika berada dalam ruang-ruang diskusi. Anggun, Cantik, Bersahaja, Cerdas
dan Vokal dalam menyuarakan pendapat, senantiasa ditanamkan kedalam Srikandi
sebagai ciri khas.
Anggota
FoSEI tampaknya akan sepakat apabila terdapat statement “FoSEI bukan rumah yang
bisa ditinggali kemudian ditinggal pergi. FoSEI merupakan jati diri sehingga
apa yang telah dikaji dapat dipegang teguh sebagai pembelajaran serta harus
didakwahkan kepada umat.” Demikian pula penulis yang mencoba menjadi srikandi
dan berjati diri FoSEI dalam diskusi-diskusi ideologi selama ini.
Dalam pemahaman gagasan ekonomi dan konsep
negara misalnya, pada organisasi keduanya sering terjadi pengerucutan pemikiran
yang berbeda, FoSEI dengan Tokoh Islam Klasik dan organisasi yang ke-dua dengan
Tokoh Barat Klasik. Ketidak sepemahaman keduanya bertolak kepada Tokoh klasik
barat yang sekulerisme antara prinsip agama dengan ekonomi maupun negara, sedangkan
tokoh Islam adalah senantiasa meletakkan segala sesuatu pada pondasi iman
kepada Allah Ta’ala dan tidak lepas dari spirit ibadah.
Beberapa
pengalaman mengantarkan penulis pada sebuah keyakinan lebih tentang ekonomi
islam dan FoSEI, setelah berdiskusi terkait paham machiavelii, dengan senior di
organisasi yang Merah. Dimana dari diskusi setidaknya srikandi ini mengetahui
bahwa Machiavelii hidup diabad ke-17 dengan bukunya yang terkenal bukunya The
Prince. Ia memberikan kiat-kiat merebut dan mempertahankan negara dengan
cara-cara yang dapat dibilang kotor dan licik. Diantaranya:
1. Segala
cara dihalalkan dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan.
2. Untuk
menjaga kekuasaan, bahkan politik adu domba adalah sah.
3. Dalam
dunia politik yang kuat pasti dapat bertahan dan menang.
Bahkan paska
meninggal Machiavelii buku tersebut menjadi rebutan untuk dipelajari dan
dijadikan pedoman bagi politisi dan elit politik.
Juga bahasan
tentang Bapak Ekonomi Dunia dengan teori invisible
hand yang di kemukakan, bahwa sistem ekonomi mampu menyeimbangkan dirinya
sendiri karena ada kekuatan tangan ghaib pada mekanisme pasar. Dimana teori
tersebut terlepas dari belenggu moral dan agama.
Berangkat dari paham
yang dianut tokoh-tokoh barat tersebut, membuat keresahan tersendiri karena
tidak sesuai dengan hati nurani dan agama, Jalan keluar terbaik adalah mendekat
pada lemari buku di Basecamp FoSEI. Mencari referensi buku yang memuat
rangkuman pokok pemikiran tokoh-tokoh muslim, Hal demikian mampu menjadi sebuah
oase tersendiri bagiku. Gambaran ringkas dari para tokoh muslim dalam mengambil
kebijakan agar negara menjadi lebih baik dengan prinsip keseimbangan serta
konsep teologi tetap dipegang teguh. Rasa ingin tahu dan mencari sesuatu yang
lebih baik inilah, yang dapat menjadikan seorang Srikandi jelas dengan jati
dirinya.
Senantiasa memberikan alternatif berderet nama tokoh muslim yang
cocok dijadikan ustwah dalam dunia
ekonomi dan tata negara, kepada rekan – rekan organisasi pergerakan, merupakan
kiprah pengakuan jati diri sebagai seorang FoSEI.Hal demikian dilakukan bukan
berarti Srikandi FoSEI harus perilaku antipati terhadap produk barat. Hanya
saja dalam konteks ustwah sangat
penting memfilter dengan cara mencari tokoh yang memiliki paham atau prinsip
yang sesuai nurani dan nilai-nilai islam
Diskusi kecil di Merah pun
berani ku mulai dengan menyodorkan nama tokoh dan kitab induk ekonomi islam.
Tak mengecewakan,,, ternyata rekan-rekan ku di Merah lama kelamaan memberikan
ruang lebih untuk mengkaji Ekonomi Islam. Ini caraku membumikan ekonomi islam. Adapun
problematika berupa penolakan dan penerimaan sering terjadi. Srikandi harus siap dengan konsekuensi
tersebut. Pada umumnya selama ini forum-forum diskusi tak berujung pada
kekerasan fisik meskipun terjadi perbedaan pendapat, sehingga tak akan yang mencedarai
ke-ayuan dari seorang Srikandi, maka srikandi
harus survive dengan apa yang
diyakininya, yang menjadi identitasnya. Seperti penggalan puisi dibawah.
....................
Semburat langit sore kemerahan
Bersambut biru dengan bintang malam
Srikandi muda menengadah
Tersenyum dan berkata
Langit ini tunggal tuan...
Meski semesta sangat berwarna.
Langit hanya memilih sedikit warna
Warna yang ia restui
Warna yang direstu Tuhannya
Dan sampai suatu masa
Ia akan terang tuan...
Karena ia berilmu dan mengajar
Dan sampai suatu masa
Ia menjadi gelap gulita
Karena mencari dan belajar.
Pilihan
seseorang untuk bergabung dengan sebuah organisasi tidak bisa dipaksakan.
Belajar adalah proses mencari tahu kebenaran, dan kebenaran yang haqiqi adalah
milik Tuhan. Aktivis yang baik, adalah ia yang mau terus belajar dan
memposisikan diri sebagai murid juga mampu menjadi guru untuk generasi setelahnya.
Dan tentang diriku yang sekarang, cukup kau kenal aku srikandi saja, bukan biru
kemerah-merahan atau merah kebiru-biruan lagi.
Ku persembahkan
untuk:
FoSEI FEB UMS
BIODATA PENULIS
Nama
|
Maya Tami Aryati
|
Tempat/ Tanggal Lahir
|
Klaten / 24 - 05 - 93
|
Alamat
|
Soka, RT 01/04.
Tambong - Wetan , Kalikotes, Klaten, Jawa-Tengah.
|
Kode Pos
|
57451
|
E-mail
|
|
Face Book
|
Maya Aryati
|
Gol darah
|
A
|
Jurusan
|
Manajemen
|
Fakultas
|
Ekonomi dan Bisnis
|
Universitas
|
Universitas
Muhammadiyah Surakarta
|
KSEI
|
FoSEI FEB UMS
|
Mengetahui
,
Presiden
FoSEI FEB UMS
Azis Zainuddin Faqih
0 komentar:
Posting Komentar