MENUNGGU OH MENUNGGU
Aku berjalan menyusuri lorong kampus
yang masih lengang mahasiswa, suara langkah kakiku terdengar menggema dilorong,
hari ini aku sengaja berangkat pagi untuk menepati kencan dengan dosen
pembimbing skripsi, dia adalah Mr Boy
dosen yang diutus Tuhan yang Maha Esa untuk membimbing dan mencorat-coret
skripsiku. Seperti mahasiswa pada umumnya saat bertemu dosen pembimbing, aku
telah terlebih dulu membuat janji sebelum bertemu. Janji itu hari ini jam tujuh
tiga puluh pagi, beliau memutuskan bertemu denganku mahasiswa bimbingannya.Berpakaian
perlente dengan tas hitam, sepatuku coklat bersih, jins hitam dengan kemeja
hitam lengan pendek aksen garis putih lengkap berjam tangan melingkar
pergelangan tangan. Rambutgondrong yang biasa Aku biarkan liar kini telah rapi
tersisir.
Sesekali aku menegok kearah kaca untuk
melihat penampilanku yang cukup prima hari ini. Ya khusus hari hari serupa ini.Sampailah
aku di ujung lorong, aku berhenti tepat didepan pintu. Pintu ruangan milik Mr
Boy terdapat kaca persegi memanjang di sisi kanan pintu, Aku menengok kearah
dalam serta dapat melihat sang pemilik ruang belum menempati singgasana, Aku duduk
di kursi besi yang berada didepan ruang Mr Boy, aku menghela nafas panjang.
Runtinitas menunggu dimulai sekarang, untuk memastikan berapa lama aku perlu
menunggu dosen pembimbing skripsi, aku melihat jam tangan yang melingkar
dipergelangan tanganku, jarum jam menunjukan pukul delapan lebih lima belas.
Aku mulai menunggu. Sesekali aku membuka tas ku yang berisi perlengkapan perang
intelektual yaitu alat tulis lengkap, laptop, beberapa judul jurnal, dan
proposal skripsi, hanya memastikan tidak ada yang kabur dari tasku karena takut
bertemu Mr Boy. Melihat jam tanganku lagi, sekarang pukul delapan lebih
tigapuluh, sehingga aku menunggu sudah lima belas menit, padahal sesungguhnya
aku merasa menunggu lebih lama dari itu. Detik demi detik berlalu lebih lama, lalulalang
mahasiswa belum juga terlihat juga.
Detak jam berdentum teratur dari jam tangan
ku, melaju dengan putaran pasti. Pukul sebelas lebih lima siang masih sepi saja
dalam ruang. Sesak meyelimuti hati,aku kuasa menahan lelah menanti, terbaring
aku lemah di atas kursi. Seribu empat ratus empat puluh mahasiswa dikampus ini
tak kunjung terlihat,keringat mengalir ditubuh, tubuh yang mulai lunglai
menanti Mr Boy, sampai tinggal kisutan kulit tak bertenanga. Mataku memutar
melihat sudut-sudut lorong hening yang terjangkau mataku. Perlahan kelopak mata
memeberat dan gelap segera menyelimuti.
Aku
menengadah ke arah langit-langit, diantara kerumunan lesu dan melemah
teman-teman menunggu kedatangan Mr Boy mengajar mata kuliah hari ini. Detak jam
di dinding terdengar lebih kuat. Menanti sosok yang dicari, kami masih kuat
berdiri saja menanti sang sumber inspirasi. Luapan kesal terlontar dari
teman-teman yang telah jengkel akan keterlambatan dosen yang terhormat. Komat
kamit mereka seperti gemuruh yang mengutuki Mr Boy. Mata kuliah kami harusnya
mulai pukul sembilan,dan saat ini sudah jam sebelas.Sampai kini kami menanti,
menanti sang sumber inspirasi seharusnya, tapi lama menanti yang menjadi
rutinitas diriku dan teman-teman telah mematikan smangat nalar. Aku masih
berdiri, sedang Bakri sahabatku mulai selonjoran dilantai, debu lantaipun
menempel dicelanannya. Aku menariknya agar lekas berdiri, ia enggan dan tetap
terduduk dilantai. Kembali kutarik Bakri sekuat tenaga.
Braaakk........... suara tubuhku
terjatuh dari kursi didepan ruang Mr Boy, tenyata aku tertidur saat menunggu,
dan memimpikan kejadian yang membuatku sangat muak untuk dapat menunggu lebih
lama lagi kehadiran Mr Boy. Aku bangkit, mengambil tas yang turut jatuh
bersamaku tadi. Kulirik kembali jarum jam tangan sekarang,tepat pukul dua
belas, aku telah lama menanti Mr Boy yang tak kunjung hadir menepati janji. Lebih
baik aku pergi, aku beranjak menyusuri lorong kembali menghempakan kekesalan menunggu Mr Boy.
Oleh :
Giyarto.
0 komentar:
Posting Komentar